Disusun oleh : Alex Afit Ardiansyah, Maya Romantin, Muthiah Az-Zahra Rasyid STEI SEBI
Pendahuluan
Pendahuluan
Indonesia merupakan negara agraris dengan kekayaan
sumber daya alam yang berlimpah dan sangat potensial untuk menanam padi. Namun
kondisi tersebut berbanding terbalik dengan fakta saat ini. Kondisi pangan Indonesia memburuk sejak
pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan
(PMK) Nomor 241 Tahun 2010 mengenai pembebasan bea masuk impor beras dan Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 39 Tahun 2010 yang memperbolehkan produsen mengimpor barang
jadi. Hal ini berarti pemerintah
mengizinkan impor beras dari negara lain tanpa terkena pajak, sehingga pada akhirnya
perusahaan pengimpor dapat menjual harga beras lebih murah dari beras lokal.
Kondisi tersebut membuat masyarakat lebih memilih beras impor dibanding produk
dalam negeri, akibatnya petani domestik mengalami penurunan pendapatan secara drastis
karena masyarakat beralih ke beras impor. Selain itu laju pertumbuhan penduduk
membuat konsumsi beras semakin meningkat, angka resmi BPS menyatakan bahwa tiap
tahunnya penduduk Indonesia bertambah 1,49% atau 3,5 juta jiwa menjadi 241 juta
jiwa pada tahun 2011 dan 244,5 juta jiwa pada tahun 2012 (BKKBN, 2011).
Problematika Permadani Hijau Indonesia
Permasalahan pangan
tidak hanya karena faktor kebijakan impor beras dan ketidakmampuan produksi
dalam negeri untuk meng-cover keseluruhan
kebutuhan konsumsi beras nasional. Setidaknya terdapat tiga masalah yang
dihadapi oleh sektor pertanian dalam produksi saat ini, yaitu :
Pertama, petani dihadapkan dengan
para tengkulak yang mematok harga rendah untuk gabah kering. Harga yang rendah
membuat keuntungan bagi petani pun rendah, akibatnya terjadi ketidaksesuaian
antara biaya dengan pendapatan yang diinginkan petani.
Kedua, sarana irigasi di Indonesia
yang masih belum terpadu mengakibatkan pengairan sawah yang tidak stabil. Pada
saat musim kemarau terjadi kekeringan akut begitu pula sebaliknya saat musim
hujan dimana aliran air yang tidak terkendali membuat sawah terendam banjir.
Ketiga, pertumbuhan
anggaran pemerintah
untuk pertanian masih rendah dibanding
sektor lain, walaupun dinilai naik dari tahun ke tahun. Lihat Gambar dibawah
ini.
Gambar 1 Anggaran Pertanian
Sumber : Diolah dari data
Republik Indonesia, Anggaran Pertanian dari Tahun 1998 sampai 2008.
Dari data diatas dapat dilihat bahwasanya trend anggaran untuk pertanian Indonesia
semakin meningkat meskipun tidak signifikan. Namun jika dibandingkan dengan
sektor lain, laju pertumbuhan anggaran pertanian Indonesia (3,9%) hanya
menempati posisi terendah kedua setelah pertambangan dan
penggalian (2,9%), dan masih
berada dibawah sektor-sektor lain yang rata-rata pertumbuhannya diatas 5% seperti pengangkutan dan
komunikasi, perdagangan, hotel dan restoran, konstruksi, keuangan, real estate, dan
jasa perusahaan, listrik, air dan gas, industri pengolahan, dan jasa-jasa.(BPS, 2012).
Potensi Pertanian
Indonesia
Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan
pertanian, hal ini dapat terlihat dari luasnya lahan pertanian di seluruh
Indonesia. Dalam rangka kemandirian pangan komoditas beras, maka yang perlu
dilakukan adalah memaksimalkan lahan pertanian padi yang ada di Indonesia baik
di jawa maupun luar jawa. Lihat Gambar dibawah ini.
Dari data diatas dapat dilihat bahwasanya lahan
pertanian padi di Indonesia mengalami kenaikan rata-rata 0,63% selama tiga
tahun terakhir. Hal ini mengindikasikan bahwa luas lahan pertanian padi semakin
bertambah. Hal tersebut merupakan dapat menjadi potensi bagi pengembangan
pertanian padi Indonesia.
Prinsip ekonomi Islam
untuk Sharia Agro-economy
Pada dasarnya dalam
Islam itu sendiri telah memuat konsep go green ataupun green economy secara
substantif. Secara umum konsep tersebut termuat dalam ruang lingkup
tujuan-tujuan syariah (maqasid syariah).
Dalam maqasid syariah, terdapat 5
prinsip dasar manusia untuk mencapai kesejahteraan yaitu dengan menjaga atau
memelihara 5 hal, yakni iman (aqidah),
jiwa (nafs), akal (aql), harta (maal), dan keturunan (nasl).
Dalam hal ini kaitan antara konsep sharia agro-economy dengan maqasid syariah
adalah terletak pada penekanan ekonomi Islam atas pemenuhan kebutuhan dasar
manusia yang bersifat dharuriyyat yakni
kebutuhan pangan yang paling pokok bagi rakyat Indonesia yaitu beras dalam
rangka memelihara jiwa (hifzun nafs).
Konsentrasi lain dalam konsep sharia
agro-economy adalah kesinambungan atau kontinuitas, sehingga pemenuhan
kebutuhan yang bersifat dharuriyyat tidak
hanya untuk masa sekarang tapi juga untuk anak cucu kita dimasa yang akan
datang. Disamping itu, ada prinsip-prinsip ekonomi Islam lainnya yang dapat
dijadikan acuan nilai-nilai normatif dalam penerapan konsep sharia
agro-economy, yaitu:
1.
‘Adalah (Keadilan) :
bermakna keadilan, keadilan antar seluruh elemen dalam sektor pertanian.
Sebagai contoh, ketidakadilan yang dihadapi oleh petani saat menjual hasil
panennya. Islam melarang segala bentuk eksploitasi berlebihan terhadap apapun
itu, termasuk eksploitasi para tengkulak terhadap petani. Oleh sebab itu, perlu
tindakan tegas untuk mencegah perbuatan tersebut dalam rangka proteksi petani.
2.
Tawazun (Keseimbangan) : bermakna seimbang antara return-risk. Kegiatan ekonomi disektor pertanian pastilah
menghasilkan return bagi para petani,
namun hal ini pun harus diimbangi dengan resiko yang mungkin terjadi seperti gagal
panen (puso) sebagai akibat
terjadinya hal-hal diluar kemampuan manusia (force
majeure).
3.
Maslahat (Kemanfaatan) : bermakna kegiatan ekonomi disektor pertanian merupakan
salah satu cara dalam rangka memberikan kemanfaatan bagi masyarakat luas
melalui pemenuhan kebutuhan akan pangan. Oleh sebab itu, segala hal yang
memberikan keburukan (mudharat) ataupun
menghambat pertanian harus dihindari.
Sharia Agro-economy untuk Pertanian Indonesia
yang Lebih Baik
Konsep yang penulis tawarkan adalah Sharia Agro-economy,
adalah sebuah konsep kegiatan ekonomi disektor pertanian yang menerapkan
prinsip-prinsip ekonomi Islam atau syariah. Dalam konsep tersebut, posisi
prinsip-prinsip ekonomi Islam adalah sumber utama pemikiran dan landasan
filosofis dalam penetapan kebijakan di sektor pertanian
Dalam
skema ini dapat dilihat bahwasanya untuk menuju kemandirian pangan
diperlukan sebuah proses yang panjang. Pertama yang harus dilakukan adalah
melihat kondisi pertanian Indonesia dengan segala bentuk problematikanya. Setelah
itu kita melihat potensi yang dimiliki Indonesia untuk mengatasi problematika
tersebut. Adapun yang terlihat menarik dari konsep diatas adalah penerapan
nilai-nilai ekonomi Islam dalam setiap kebijakan yang akan ditetapkan oleh
pemerintah.
Permasalahan Pertama, terkait problem tengkulak. Pada dasarnya tengkulak
merupakan pihak penting dalam menyalurkan hasil panen para petani, namun yang
terjadi adalah eksploitasi tengkulak terhadap petani dengan memberikan harga yang
murah atas hasil panen . Untuk mengatasi hal itu, pemerintah kembali dirasa perlu
menerapkan sanksi yang tegas kepada para tengkulak yang berlaku curang dan
tamak dalam rangka menerapkan prinsip ‘adalah.
Kedua,
terkait pengairan lahan pertanian atau irigasi. Seperti yang diketahui bahwa
irigasi berperan penting dalam menentukan kuantitas dan kualitas panen. Oleh
sebab itu, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian perlu bersinergi
dengan Kementerian PU untuk membangun sarana irigasi terpadu dengan
memanfaatkan daerah sepanjang aliran sungai (DAS) dalam rangka penerapan
prinsip tawazun yang mengakomodir
antara hasil dan resiko, sehingga resiko akan terjadinya kekeringan akut pada
saat musim kemarau ataupun sebaliknya banjir pada musim hujan tidak akan
terjadi. Ketiga, terkait laju pertumbuhan
anggaran.yang rendah dibandng sektor lain. Pemerintah harus menganggarkan dana
yang lebih kepada sektor pertanian, karena sektor ini menguasai hajat hidup
orang banyak serta dalam rangka program jangka panjang menuju kemandirian
pangan untuk kemaslahatan rakyat Indonesia
kedepannya.
Terakhir yang dapat membantu
mengatasi permasalahan tersebut adalah peran lembaga keuangan dalam membiayai para
petani. Dalam hal ini, bank syariah dapat memberikan pembiayaan pertanian
dengan akad-akad yang dimiliki oleh bank syariah. Bank syariah dapat memberikan
pembiayaan kepada petani dengan produk Pembiayaan ke Sektor Pertanian iB dengan
akad salam. Hal ini dapat membantu petani untuk memperoleh modal usaha dalam
rangka peningkatan hasil produksi (panen) sehingga dapat menaikkan produksi agregat
pertanian (padi) dalam negeri.
Penutup
Sharia Agro-economy merupakan sebuah
konsep yang memberikan beberapa alternatif solusi mengatasi problematika pertanian
dengan mensinergikan berbagai elemen disertai tuntunan prinsip-prinsip ekonomi
Islam di setiap kegiatannnya. Elemen yang dimaksud terdiri dari pihak
pemerintah yakni kementerian terkait serta lembaga keuangan. Pemerintah sebagai
regulator berperan dalam penetapan kebijakan strategis dalam rangka kemandirian
pangan. Sedangkan peran lembaga keuangan adalah sarana bagi petani untuk mendapatkan
modal usaha dalam rangka meningkatkan hasil produksi. Apabila semuanya telah
dijalankan dengan baik dan sesuai koridor masing-masing, maka dapat disimpulkan
bahwa konsep sharia agro-economy telah diterapkan dalam pertanian sehingga
harapan akan terwujudnya kemandirian pangan insya Allah akan tercapai.
***
DAFTAR PUSTAKA
BKKBN, Jumlah penduduk Indonesia tahun 2011
Laporan Bulanan Data sosial
ekonomi BPS Maret 2011 diakses tanggal 27 Februari 2013
Karim, Adiwarman A., Sejarah Pemikiran
Ekonomi Islam. Jakarta : Rajawali Pers. 2004
Rohmah, Nyimas. Ekonomi Islam.Jakarta :
Rajawali Pers.2008
Dr.H.Hendi Suhendi, M.Si, Fiqh Muamalah. Jakarta
: Rajawali Pers.2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar